Minggu, 22 Desember 2013

Badan Baru Untuk Bibik




    
     Melihat kondisi bibik berjuang melawan pengyakitnya waktu itu benar-benar membuat aku semakin yakin bahwa dia begitu sangat menyayangi anak semata wayangnya yang sekarang sudah beranjak Remaja. Dengan cinta beliau merawat anaknya hingga saat terakhir Tuhan datang menjemputnya. Dia adalah sosok wanita yang begitu tegar baik dan sangat disegani oleh semeton di  Desa tempat tinggalku. Begitu ulet segala pekerjaan hampir pernah dia joba kerjakan mulai merantau jualan di pasar renon dengan ibuku, beternak babi hingga berjualan di kantin sekolah di tempat suaminya mengajar dan tentu masih banyak kerjaan yang satwik yang pernah beliau kerjakan.
          Menghidap penyakit kangker payudara yang dideritanya selama bertahun-tahun hingga salah satu payudaranya diangkat demi keselamatannya cara itupun pernah dia lakukan dan dengan sangat tegar melalui perjalanan hidupnya dengan penuh rasa bersyukur. Betapa kuatnya bibiku dan Ida sang Hyang widhi Wasa begitu menyayanginya sehingga dia bisa sembuh dari kangker payudara yang dideritanya. Coban demi cobaan hidup tidak hanya berhenti sampai di sana, tidak lama kemudian dia harus mengalami peristiwa yang memilukan betapa tidak dia mengalami keguguran ketika mengandung anak keduanya yang begitu sangat dia harapkan ketika akan menginjak usia keemasan dalam hidupnya dia kembali harus mengidap penyakit diabetes yang semakin hari semakin melemahkan organ tubuhnya. Bolak-balik dari dokter satu ke dokter yang lainnya sudah pernah dia berobat dan hingga dua kali diharuskan untuk di rawat inap di RS Sanjiwani agar mendapatkan perawatan yang Intensif dari pihak dokter yang ada disana. Bibik yang merasa jenuh terkurung berada didalam ruangan memutuskan untuk pulang dan melanjutkan agar di rawat di rumah saja. Karena kadar gula darahnya semakin hari semakin meningkat hingga menimbulkan luka di seputaran telapak kaki silih berganti membut langkahnya terbatas untuk berjalan dan selama seminggu tidak bisa turun dari tempat tidurnya hanya rintihan yang keluar dari mulutnya karena menahan sakit yang begitu menggerogoti tubuhnya. Ketika itulah kondisinya mulai melemah dan napsu makannya berkurang hingga pada hari-hari terakhir sebelum kepergiannya.      
        Pagi hari aku terbagun dari mimpi yang membingungkan. Terdengar suara aji berbicara melalui tlpun rumahku dengan anggota keluarga kami mengabarkan bahwa bibik telah meninggalkan kami untuk selamannya.Ketika itu aku sedikit demi sedikit mampu mengingat mimpi yang aku alami sebelum kuterbangundan dan mendengar berita duka itu. Dua orang wanita yang berbusana serba putih berdiri tegak di tepi barat jalan raya tepat depan tintu rumah bibikku dan kedua wanita itu menghadap ke rumah bibik. Mengingat itu semua, aku rasa tuhan telah memberikan kami pertanda melalui mimpiku itu Bahwa kami akan kehilangan salah satu anggota keluarga yang begitu sangat kami sayangi.
        Rasa sedih, duka, kehilangan itulah yg selalu aku rasakan semenjak kepergiannya. Ingin rasanya menjambak seseorang yang membuatnya mengalami penyakit yang aneh dan ditutupi oleh penyakit diabetes seperti itu. Namun di lain sisi akupun sadar bahwa semata-mata apa yang aku pikirkan hanyalah akan menimbulkan amarah yang tidak terkendalikan. Melihat bibik yang sudah tidak kuat menahan sakitnya selama berbulan-bulan dan tubuhnya semakin hari semakin kurus dengan kakinya yang luka akupun tidak tahan melihatnya dan seolah ikut merasakan sakit yang dia rasakan saat itu. Menyadari tentang kemahakuasaan Ida Sang Hyang Widhi biarlah beliau yang memberi jalan untuk semuannya. Mungkin kepergiannya sudah menjadi rencana Hyang Widhi dan meyakinkan kami bahwa keputusan yang terbaik ialah hanya dengan menjemput nyawa bibikku. Karena sudah tidak mungkin lagi bibik menempati wadah (badan kasar) yang sudah rusak karena penyakit yang dideritanya.
        Benar apa yang dinyatakan oleh dosen saya dalam bukunya yang berjudul “Kosmologi Hindu” tentang penciptaan dan peleburan adalah wujud cinta kasih Tuhan, sebagai berikut:
Penciptaan yang di dalamnya juga terkadung peleburan adalah wujud cinta kasih Tuhan. Manusia sangat mudah me-mahami jika penciptaan itu sebagai wujud cinta kasih Tuhan. Tetapi sebaliknya manusia sangat sulit untuk memahami bahwa peleburan atau kematian itu sebagai wujud kasih sayang Tuhan. Satu di antara seribu belum tentu ada orang yang dapat memahami bahwa kematian itu adalah wujud dari kasih sayang Tuhan. Sri Arjuna saja yang termasuk manusia unggul dengan kecerdasan rohani yang tinggi, namun tidak bisa memahami  kematian sebagai wujud kasih sayang Tuhan. Untuk dapat me-miliki pengetahuan, pemahaman, penghayatan, dan penerapan pada diri sendiri, agar tetap tegar melihat yang lahir dan yang mati itu sama, membutuhkan usaha yang sungguh-sungguh. Pengetahuan  seperti ini memang harus terus dicari dan mungkin  membutuhkan beberapa kali kelahiran dalam berbagai macam jenis kehidupan.
Orang yang telah mampu melihat semuanya adalah atman atau roh dan tidak pernah melihat sebagai benda, maka kepadanya telah mampu memahami bahwa di dunia ini tidak ada kematian. Sebab roh tidak pernah mengenal kematian, ia hidup kekal abadi, atman tidak pernah dilahirkan karena memang ia tidak pernah lahir. Atman ada bersamaan dengan Tuhan. Dengan mengerti bahwa hanya ada roh, maka kemun-culannya ataman dengan menggunakan badan materi dapat disadari sebagai wujud cinta kasih sayang Tuhan untuk mem-berikan pengalaman kepada Atman bertualang dengan badan asthaprakrti. Demikian pula setelah diketahui bahwa telah terjadi ketidak sesuaian antara atman dengan asthaprakrti yang mewadahi, maka dengan cinta kasih Tuhan memerintahkan atman untuk segera ke luar dari badan asthaprakrti yang digu-nakan dan memberikan asthaprakrti yang baru dan lebih sesuai. Di dalam perspektif jiwa, tidak mengenal kematian jiwa yang ada hanya perpindahan jiwa dari badan asthaprakrti satu ke badan asthaprakrti yang lainnya. Itu sebagai wujud cinta kasih Tuhan, hal ini terjadi untuk alam microcosmos dan macrocosmos. Ketika manusia memiliki pengetahuan tertinggi sebagai orang bijak, barulah manusia mampu melihat secara objektif bahwa penciptaan hakikatnya sama dengan peleburan, dan keduanya sebagai wujud cinta kasih sayang Tuhan Yang Maha Kuasa. Pengetahuan yang dapat menyebabkan seseorang mampu melihat bahwa kelahiran itu hakikatnya sama dengan kematian merupakan pengetahuan yang utama.   
                Membaca kutipan diatas, rasa ikhlas, sabar dan tegar aku upayakan dan nantinya akan selalu tertanam di dalam hidupku. Jika bibik diberikan kesempatan untuk terlahir kembali di dunia ini pada kelahiran yang berikutnya, aku yakin bibik akan menjadi manusia yang mendapatkan wadah (badan)  baru yang sempurna, menjadi umat Hindu dan kembali ada di tengah-tengah kami semua dengan usia yang lebih muda dari kami :) Om Awigenamastu.
          Selamat jalan bibik, kami anak-anakmu dan orang-orang yang bibik tinggalkan akan slalu mendoakanmu. Semoga karma baikmu selama di dunia  ini akan berbuah kebahagiaan yang abadi dan menyatukanmu dengan Brahman.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar